Rabu, 10 November 2010

IRONI (Serial Refleksi HUT RI ke 65)

IRONI SEBUAH NEGERI

oleh Wong Embi Yen pada 09 Agustus 2010 jam 14:27
(Pindahan dari FB Wong Embi Yen)


Dibelahan timur bumi ada sebuah negeri yang sangat eksotis indah menawan hati siapapun yang melihatnya.
Seluas dan sejauh mata memandang hanya tampak pemandangan hijau segar menyelimuti segenap hamparan daratannya yang berpulau-pulau. Disetiap pulaunya berlembah berbukit bahkan disana-sini tampak gunung-gunung menembus awan menyentuh langit, dan gugusan pulau itu berbingkai warna biru muda dan biru tua. Jika dilihat dari posisi lebih tinggi lagi maka panorama itu tepat di garis tengah bumi, katuliswa.

Jika ditanya kepada orang yang belum mengenalnya maka jawaban yang paling tepat untuk mewakili penyebutannya tentu tak jauh-jauh dari “Negeri Indah” “Negeri Eksotik” “Negeri Hijau” “Negeri Subur Makmur” “Negeri Kepulauan Elok” “Negeri Impian” “Negeri Surga” dan tentu masih banyak lagi sebutan yang mengungkap realitas panorama keindahannya. Maka banyak orang yang sepakat menyematkan sebutan baginya “Zamrud Katulistiwa”

Apalagi bagi yang bisa melihat dengan kecanggihan teknologinya dengan penginderaan satelit yang dapat menembus aneka kandungan disekujur tubuhnya maka orang akan kian takjub. Selain hamparan hutan dan sumber air tawar, serta laut dan samudranya yang penuh biota laut berhias mutiara. Perutnya penuh kantong-kantong minyak dan gas, batubara, emas, intan bahkan uranium, dan banyak lagi material yang sangat dibutuhkan setiap makhluk untuk hidup sehat dan makmur. Maka mereka itu, jika diminta menyebut negeri itu, akan cepat menyatakan ungkapan hatinya “Negeri Kaya” “Negeri Mandiri” “Negeri Segala Ada” “Negeri Swalayan” “Negeri Hypermart” “Negeri Minyak” Negeri Emas” “Negeri Batubara” “Negeri Kayu” “Negeri Ikan” atau “Negeri Yang Kudambakan” dan pasti masih sangat banyak yang pantas disematkan untuk mengekpresikan kekayaannya. Dengan kekayaan yang segala kebutuhan hidup dimilikinya, maka logikanya pasti penduduk negeri itu tak pernah mengalami kesulitan dan tak pernah mengenal arti kekurangan. Tak salah jika banyak yang sepakat menyebutnya sebagai negeri “Ratna Mutu Manikam”

Oleh para perintis yang belum terlalu jauh dari zaman ini, negeri itu dijuluki Nuswantoro yang terhampar dari Madagaskar sampai ujung timur Papua, dari Ujung utara Borneo sampai pulau-pulau selatan Jawadwipa. Dan oleh angkatan 1900 disebut Nusantara yang berarti kepulauan yang diapit oleh Benua Asia dan Benua Australia.

Oleh bala penjajah Eropa, negeri ini disebut “Indian Archipelago atau Indische Archipel atau Kepulauan Hindia". Ada juga yang menyebut “Oost Indie atau Hindia Timur" kadang disebut juga L'Archipel Malais. Dan karena Belanda yang merasa paling berhak menguasai negeri itu maka mereka memberikan julukan “Hindia Belanda atau Nederlandsch-Indie”.  Kesepakatan dilingkungan Negara-negara Eropa yang lama berpesta-pora makan kue lezat dan minum lautan madu negeri-negeri asia dan sekitarnya itu, khusus untuk membedakan negeri ini agar tidak rancu dengan sebutan wilyah-wilayah jajahan lainya maka diperkenalkan sebutan khusus Indonesia yang sebelumnya sudah dinamai Indunesians. Maka mulai saat itulah negeri zamrut katulistiwa Nusantara ini disebut Indonesia.

Pada gilirannya kemudian founding-fathers secara resmi menyebut Indonesia sebagai nama sahih negeri ini sampai detik ini dan untuk selamanya!. Sebuah negeri kaya raya nan indah permai, gemah ripah loh jinawi, yang wilayahnya meliputi seluruh pulau yang membentang dari Sabang sampai dengan Merauke. Sebuah negeri yang seluruh penduduknya sepakat dan bersumpah setia menyebut negeri miliknya ini Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun sejak berdirinya, berbagai ujian berat dan cobaan penderitaan seakan tak pernah henti mendera negeri ini, hingga keindahan dan kekayaan negeri ini seakan tak banyak yang dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduknya. Keterbelakangan kecerdasan, kesehatan dan kesejahteraan lahir batinnya seakan jauh panggang dari api, tak sekedar seperti burung dalam sangkar indah dan terpelihara di istana raja-raja, tetapi lebih mirip katak yang terpenjara kesakitan dan kelaparan tanpa daya didalam tempurung dikolam puri indah keputren sang maharani.

Siapa yang menyangkal dan menganggap isapan jempol, betapa tidak sedikit penduduk yang belum pernah mengenyam sejumput saja hasil berlimpah kekayaan negeri ini, sehingga tak pernah terpikir bagaimana menikmati kenyamanan hidup, kecuali hari-hari harus bergulat dan berburu dalam serba batas minimal, demi apa yang bisa dimakan besuk, itupun dengan selalu harus me-nega-kan hari ini perutnya melilit kesakitan. Jangankan untuk mencerdaskan otaknya, jangankan marasa perlu menjaga kesehatan tubuhnya, jangankan berfikir masa depan yang semestinya. Tidak, mereka bermimpipun takkan berani. Bagaimana mereka bisa mimpi indah sementara mereka tidak faham seperti apa yang disebut hidup nyaman. Sungguh tak terhitung sorot mata yang menatap masa depan dengan tatapan yang tak pernah berbinar, kecuali kosong belaka.

(ini bagian dari refleksi Indonesia 65 tahun, tp terusnya nanti ya, merenung dulu he he..)

Lanjutannya :

Sampai diusianya yg beberapa hari lagi 65 tahun ini, harapan masih terus berlangsung sebagai harapan belaka, cita-cita masih terus diawang-awang.

Cita-cita tegaknya keadilan untuk menikmati sejuknya naungan payung hukum yang berlaku sama dan proporsional, dan kemakmuran bagi setiap individu anak bangsa untuk memperoleh hak meningkatkan taraf kecerdasan, penjagaan kesehatan dan kesejahteraan sandang pangan dan papan.
Dengan terpenuhinya keadilan dan kemakmuran maka bangsa ini akan dapat leluasa dan nyaman mengabdikan diri mengisi kemerdekaan dan memajukan negeri ini.
Segenap warga negara akan dapat mengekspresikan dirinya dalam kebersatuan dan kedaulatan penuh rasa percaya diri dan kebanggaan dalam kebersamaan, tidak saja untuk kemaslahatan Indonesia tetapi juga berkiprah dilevel internasional, dengan kehormatan martabat yang nyata, sehingga tidak satupun bangsa lain memandang sebelah mata dengan mulut mencibir karena memandang ironi yang tak henti-henti.

Segala potensi positif untuk mendapatkan derajat martabat yang tinggi dimata dunia itu sesungguhnyalah dimiliki bangsa dan negri ini. Sebagaimana negara-negara lain yang mendunia dengan penuh kebanggaan, berbekal entah sumber daya alam atau sumber daya manusianya, atau kedua-duanya. Indonesia teramat nyata tak kekurangan apapun. Sehingga realitanya justru karena itulah maka seakan tak henti-hentinya negara-negara lain berebut pengaruh dan dari waktu ke waktu, berusaha untuk tetap bisa mengendalikan dan mengambil keuntungan dari negeri ini.

Mengapa Negara-negara lain itu dapat leluasa mengendalikan dan mengambil keuntungan dari negeri ini?.
Pertanyaan klasik ini mungkin tak terlalu merisaukan bagi bangsa yang tak cukup memiliki sumber daya, mereka akan dapat dengan cepat interospeksi diri. Namun justru bangsa-bangsa yang seperti itu telah banyak yang mampu bangkit dengan segala keterbatasannya dan berhasil duduk sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah lebih dulu maju, sehingga mereka masuk dijajaran Negara-negara Maju, mereka telah nyaman dengan sematan pin emas “First Class Members”.

Pin yang membedakan dengan Negara-negara Dunia Kedua apalagi Ketiga.
Pin yang sangat menentukan siapa mengendalikan siapa, siapa yang harus menurut siapa.

Pin yang nyata menjelaskan pengertian “sorry, as you see, anda belum berhak bicara disini karena anda masih berstatus negara terbelakang”
atau “ohya please be patient sajalah, definitly, seperti biasanya kami dengan senang hati dan sepenuh daya dan fikiran memberikan segala kebutuhan anda untuk memajukan negri anda”

atau “This is it sir, especially just for you”

Ucapan-ucapan itu mereka katakan dengan senyum teramat manis dan menyejukkan hati, sambil bersedekap tangan dibelakang kita yang sedang menandatangani perjanjian, yang mengikat seluruh anak bangsa sampai ke anak-cucu tujuh turunan.

Maka secara teratur sumber daya alam negri ini berangsur-angsur harus tetap diantarkan ke negri mereka.

(ini bagian dari refleksi Indonesia 65 tahun, tapi terusnya nanti lagi ya, capek juga si he he..)

Lanjutannya lagi :

Tak adil rasanya jika cuma mengulas campur-tangan asing, seakan malah mengalihkan kesalahan dan kelemahan diri sendiri dengan mengkambing-hitamkan orang.
Maka pertanyaannya :
Mengapa negeri ini masih saja belum dapat meraih cita-cita adil dan makmur sebagaimana yang diikrarkan 65 th lalu?

Cita-cita yang menyertai kemerdekaan, yang dicanangkan didalam mukadimah UUD 1945 dan diterjemahkan didalam batang tubuhnya. yaitu bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain, bebas untuk menentukan nasib sendiri, bebas mewarnai wajah negeri dengan ekspresi jiwa yang berdaulat, bebas dari campur tangan-tangan yang tak diundang, bebas mencari dan meraih keberhasilan dan kebanggaan tanpa tekanan aturan orang lain, bebas mengaplikasikan diri merengkuh keyakinan masing-masing sebagai landasan titik tolak kemaslahatan hidup dunia-akhirat, bebas membuat kesepakatan dengan saudara sebangsa mencanangkan cita-cita bersama, dan dilaksanakan demi kejayaan bersama dalam kerangka berbangsa dan bernegara Republik Indonesia.

Bersatu sebagai sebuah bangsa mandiri yang dilandasi kesamaan nilai-nilai luhur budaya bangsa, kesamaan dan kedekatan kepribadian dan etnis. kesamaan rasa senasib-sepenanggungan, kesamaan ideologi dan religi dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, kesamaan kesadaran berbangsa yang satu Indonesia.

Berdaulat sebagai sebuah bangsa yang memilik simbol-simbol identitas perekat bangsa sebagaimana para pemuda mengangkat sumpah bersama mengakui bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu Indonesia. Bangsa yang mengakui Pancasila sebagai ideologi kebangsaannya, mengakui Bhineka Tunggal Ika, mengakui para pendiri negaranya yaitu para bapak bangsa (founding fathers), mengakui para pahlawannya dengan Nilai-nilai Luhur 45-nya, dan meyakini kedaulatan ditangan bangsa Indonesia.

Adil sebagai sebuah bangsa yang sadar akan aturan yang harus ditegakkan sebagai pilar kebangsaan untuk meraih hidup dan kehidupan yang aman tentram dan damai, sebagai payung yang menaungi kebersamaan dalam keaneka-ragaman budaya dan agama didalamnya, yang hidup berdampingan sebagai sesama saudara sebangsa, sebagai wujud kebersamaan yang menempatkan hak orang lain harus dijaga dan dihormati sebagaimana setiap individu memperlakukan haknya, sehingga tidak ada siapapun yang merampas hak orang lain yang dimata hukum setiap warga negara duduk sama rendah berdiri sama tinggi, sebagai tonggak kesadaran bersama untuk setiap individu melaksanakan kewajiban sebagai warga negara dengan sebaik-baiknya, sebagai bentuk pengakuan sekaligus ketaatan kepada etika, martabat dan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian terciptalah kehidupan yang harmonis dan sentosa dipersada Nusantara ini.

Makmur sebagai sebuah bangsa yang memiliki tingkat kesejahteraan hidup yang tercukupi segala kebutuhan hidupnya lahir-batin. Makmur oleh terpenuhinya kebutuhan kecerdasan sebagai modal meraih masa depan yang baik, yang tak goyah oleh berbagai kendala yang mungkin menimpa, tak tergelincir oleh tipu-daya, tak hancur oleh bujuk-rayu, tak terhasut oleh provokasi menyesatkan, dan memahami keluasan makna hidup bersama sebagai warga negara Indonesia, lengkap dengan hak dan kewajibannya. Makmur karena terpenuhi kebutuhan penjagaan kesehatan lahir batinnya, untuk tak terdera oleh kelemahan atau rintih kesakitan raga sehingga menghambat ruang gerak rutinitas kegiatan duniawi dan ibadahnya. Juga tak terganggu oleh aneka masalah kehidupan yang dapat menggoyahkan stabiltas jiwanya. Makmur karena tercukupinya kebutuhan dasar manusia yaitu sandang pangan dan papan. Dengan kemakmuran yang dimiliki oleh setiap individu warga Negara didukung oleh perikehidupan masyarakatnya yang berkeadilan dimana hak azasi manusia dilindungi oleh aturan hukum yang berlaku sama bagi setiap warga negara, maka negeri ini dapat disebut negeri adil makmur sentosa, gemah ripah loh jinawi sebagaimana cita-cita yang dicanangkan didalam mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 yang mengiringi Proklamasi Kemerdekaan dan lambang Garudanya.

Namun, perjalanan dari tahun ke tahun negeri ini ternyata tidak mudah. Berbagai persoalan mendasar tak kunjung dapat diselesaikan. Kompleksitas perikehidupan yang ada didalamnya tak mudah untuk ditata dan dalam pelaksanaannyapun tak mudah dijaga, belum lagi secara bersamaan harus berinterkasi dengan arus pergerakan bahkan pergolakan politik maupun perekonomian dunia yang cenderung didominasi sistim liberal, siapa yang kuat menang.

Sampai hari ini, hampir 65 tahun usia negeri ini, pergantian kepemimpinan nasional telah berganti 6 kali, tetapi sebelum yang keenam sekarang ini harus dengan proses pergantian yang tidak dapat dikatakan normal, sehingga praktis negeri ini kesulitan untuk naik kelas. Negeri ini ditinjau tingkat kemiskinan penduduk serta ilmu dan teknologi oleh dunia maka negeri ini masih termasuk dalam kelompok negara ketiga, kalau tidak mau disebut terbelakang. Artinya data-data statistik yang berlaku umum didunia menyatakan bahwa bangsa ini masih dirundung kemiskinan ekonomi serta keterbelakangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sehingga persoalan internal bangsa ini yang sedemikian majemuk tak mudah diselesaikan oleh bangsa ini sendiri masih ditambah dengan multi persoalan global, menjadikan negeri ini sulit membangun diri.
Sedemikian banyak teori telah dijejalkan dan ditumpahkan untuk membuat aturan dan sistim, yang kemudian resmi diterapkan, tetapi dalam perjalanan pelaksanaannya seakan selalu membentur berbagai dinding yang menghalang dan batuan yang menghambatnya.

Tanpa harus menyinggung pergulatan perebutan kekuasaan dengan segala kehebohan bidang politiknya, tanpa mengurangi bobot persoalan bidang pertahanan kesatuan negara yang harus diakui tidak ringan, maka persoalan kesejahteraan menjadi masalah besar yang nyata tak pernah mencapai peningkatan yang baik.

Ketika sebagian mengklaim perekonomian negara membaik bahkan ada sebagiannya yang dengan lantang menyatakan sangat optimis, maka realitas dimasyarakat berkata lain, dan cerita seperti itu dari waktu ke waktu selalu berulang menjadi kisah klasik tetapi masih terus berlangsung.

Dampak yang ditimbulkan dari satu masalah ini nyaris menjadikan bangsa ini tertatih-tatih kesulitan untuk bergerak maju. Maka yang terjadi dikesehariannya adalah kehebohan ego sentries, saling klaim kebenaran versi masing-masing, pertengkaran politik individual maupun kelompok, yang pada gilirannya telah menyulut sendi-sendi kebersamaan kehidupan beragama, budaya kesukuan dan kedaerahan. Itu semua menjadi problem-problem yang campur-aduk dan kian membebani pengelolaan negeri ini, yang kian menyulitkan untuk melepaskan diri dari keterbelakangan. Sehingga ketika dunia mengalami guncangan ekonomi maka didalam negeri terjadi krisis multi-dimensi. Krisis yang sekaligus mematahkan klaim tercapainya kemakmuran, sementara realitasnya semu. Salah satu contoh penyebabnya adalah ketergantungan negeri ini kepada beban pengembalian hutang yang menumpuk tinggi, tak pelak berakibat kekuatan luar leluasa menyetir sistim moneter negeri ini.

Konsekwensi logis dari beban itu tentu tak lain harus terus-menerus secara besar-besaran mengeduk dan menyedot segala jenis sumber daya alam dan juga membebankan kepada warga negaranya.

Perilaku kegiatan perekonomian yang mengakibatkan kondisi tambal-sulam itu tak mudah ditinggalkan dan masih terus berlangsung hingga kini. Kebijakan demi kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh setiap pemegang kekuasaan dengan dukungan sekian ekonom belum mampu menyelesaikan persoalan pemenuhan hak kesejahteraan bangsa. Angka kemiskinan dan pengangguran tak kunjung berkurang, daya beli tak kunjung meningkat, berita derita-nestapa rakyat disana-sini tanpa lekang memenuhi layar kaca dan koran, pemandangan buram tak kunjung berganti terang. Wajah pembangunan bidang ekonomi negeri ini selalu terkesan tak berfihak kepada bangsanya, bergeser dari kesepakatan para pendiri negeri yang ditulis didalam kitab undang-undang dasar negeri ini. Tetapi, yang sungguh menakjubkan adalah kelenturan bangsa ini, diterjang, dibelenggu, dikurung, dirajam, tetap saja masih dapat bertahan, syukurlah. Semoga kekuatan ini akan tetap lekat dan kian dijiwai demi meraih kejayaan negeri ini, amiiin.
(belum selesai lagi nih hhhh.. nanti disambung lagi deh he he ...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar