Rabu, 10 November 2010

HIDUP DAN KEHIDUPAN (Yang dapat diraih)

oleh Wong Embi Yen pada 18 Juli 2010 jam 23:31

Membaca Al-Qur’an, ia bacaan terindah,
Mengaji Al-Qur’an, meluruhkan emosi,
Mengkaji Al-Qur’an, membuka cakrawala,
Menekuni Al-Qur’an, menancapkan prinsip,
Segalanya Al-Qur’an, menjadi bersih, menjadi bening, menjadi lurus, menjadi luruh, menjadi tenang, menjadi riang, menjadi bersahaja tetapi bukan “sederhana”, menjadi wibawa tanpa disengaja, menjadi dalam, menjadi luas-jauh-tinggi, menjadi tak bisa tidak dialah sang pilihan, menjadi manusia sebenarnya, dan itu semua menebar sendirinya kesegenap penjuru mengusap mengelus meresap dan mengisi penuh-penuh, mengajak tanpa memaksa, memberi tanpa meminta, menjadi samudra yang tak menenggelamkan, menjadi matahari yang tak membakar, menjadi cahaya yang tak menyilaukan, menjadi langit yang tak mengosongkan, menjadi rahmatan lil ‘alamin. Siapapun dia, keberadaannya akan menjadi pengelola, pemelihara, perawat, penjaga, pelindung dan pelestari kebaikan kebenaran dan keselamatan. Disanalah segenap sikap mulia ada, kebaikan, kesehajaan, keikhlasan, ketulusan, kesucian, kesungguhan, kepercayaan, keyakinan dan semua yang bermakna kebenaran.
Nash-Nya manusia adalah makhluk yang paling sempurna.

Ingin rasanya mengurai walau serba sedikit pengertian kata dan istilah yang ada didalam puisi bebas dan sederhana (puisi yg bukan puisi) saya diatas. Maaf, dalam serba-keterbatasan sehingga menggunakan bahasa awam, namun begitu bagi yang sudi menambah bahkan mengoreksi, saya akan sangat tersanjung, tidak dibaca pun tidak masalah karena memang awam belaka, begini :

- Membaca, dapat dilakukan siapa saja (tentunya bukan bagi yang buta huruf), dan berbatas menarik-tidaknya apa yang dibaca.

- Mengaji, secara tradisional adalah membaca dengan melibatkan unsur rasa menghargai, karena yang dibaca merupakan buku yang berharga (aji), jangankan membaca, sikap saat membawanya pun ada aturannya.
Klop dengan keindahan kata demi kata, susunan kata membentuk kalimat, susunan kalimat yang terangkai sedemikian tertata rapi, dan jika dilafazkan atau disuarakan lirih sekalipun akan terdengar indah bahkan menggetarkan walau tanpa harus tahu artinya, maka berdampak pada kondisi batiniah.

- Mengkaji, bukan sekedar memenuhi hasrat ingin tahu dan tidak harus melibatkan batin, tetapi memang bermaksud mempelajari untuk mengetahui persis isinya, dan jika yang dikaji merupakan bacaan dalam bahasa lain maka terlebih dulu harus menguasai bahasa itu, baru bisa melakukan pendalaman maksud dari bacaan itu, kalimat demi kalimat, alinea demi alinea dst, hingga mendapatkan pengertian-pengertiannya dan kesimpulan-kesimpulan. Bisa sebatas itu.

- Menekuni, adalah tahapan lebih jauh yang merupakan gabungan mengaji dan mengkaji. Prasyarat, tata-cara, sikap batin dan perilakunya pun lebih khusus, dengan dilandasi oleh penguasaan “ilmu terjemah dan tafsir” juga harus siap dengan segunung referensi terkait dan dilandasi tekad yang sangat kuat. Didalamnya ada kesungguhan, ketlatenan, keuletan, kesabaran, fokus dan tujuan yang jelas. Sehingga hasil akhirnya, selain faham juga berdampak kepada sikap-sikap batinnya, menumbuhkan prinsip-prinsip hidup.
Catatan, pengertian faham yang dimaksud adalah mengetahui dan menguasai dengan sebaik-baiknya. Tetapi tentang penguasaan dalam hal ini sesungguhnyalah tidak ada batasannya. Seberapa jauh dan tinggi prestasi yang pernah diraih manusia tentang sepercik saja ilmu Alloh?. Ibarat air 7 samudra niscaya habis untuk menulisnya!.

- Segalanya, yang dimaksud seluruh tahapan yang sudah dicapai diatas selanjutnya terefleksi dalam segenap ruang dan waktu. Maka yang dilakukan bukan lagi tahap-tahap “belajar” tetapi senantiasa dalam sikap menambah “pemahaman lebih jauh” dan terapan, siapapun orangnya yang sudah pada tahapan ini pasti adalah :


- Bersih : Secara lahiriah, merupakan perwujudan orang yang selalu menerapkan ilmu bersuci (thoharoh) sehingga tubuhnya bersih dari kotoran, tidak terkesan kusam dan kumuh. Tampilan yang paling tampak adalah pada wajahnya yang bersih dan seluruh pakaiannya sampai ke sepatu ataupun sendalnya, sehingga walaupun bukan baru tetapi sangat pantas, tidak kusut kumal ataupun lusuh. Secara batiniah, bersih dari rasa iri, dengki dan tamak

Cerminan pribadi seperti ini mudah dilihat kesehariannya tidak suka bicara yang tak berguna apalagi mengeluh, mengumpat, menggunjing termasuk mengobral aib orang dan aib kluarga sendiri, apalagi menghasut dan memfitnah. Sebenarnyalah cerminannya juga pada cara membawakan suaranya tidak keras dan kasar (karena keras dan kasar bukan pembawaan lahiriah tetapi hasil kebiasaan, bisa dari kecilnya, jadi dengan ketekunan pembiasaan pengendalian niscaya dapat dirubah). 

Prinsip kehidupan tentang kebersihan pribadi seperti ini salah satunya pasti hidup bukan untuk materi tetapi materi untuk menopang kehidupan, mendapatkan rizki berupa materi dengan giat bekerja sehingga materi yang didapat berstatus dibolehkan agama dan caranya dibenarkan agama (materinya halal cara memperolehnya dengan jalan yang benar/toyyib). Tidak mau setetes air sebutir nasi pun masuk kedalam tubuh seleuruh anggota keluarganya. Tidak mau memiliki secuil benda apapun wujudnya yang bukan dari hasil curahan keringatnya, atas nama Alloh. termasuk zakat, infak, sodaqoh dan sarana lain untuk ber sosial-kemasyaratan tidak dari pendapatan yang tidak jelas hukumnya. Pendek kata kehidupannya ditopang dengan materi yang halal dan toyyib semata. 

Pribadi seperti ini pasti sangat bertanggung jawab kepada keluarganya. Dan dampak yang tampak pada lingkungan keluarganya adalah bersih rapi indah. Pribadi ini suci lahir batin. Ia sangat memahami dan menerapkan ilmu thoharoh. Disinilah kiranya inti dari suci sehingga kesucian inilah yang dipastikan harus dilakukan sebelum sholat!.

- Bening : Secara lahiriah tampak pada raut wajahnya, selain bersih juga bening. Sorot matanya lembut menyejukkan, kalau toh tajam pun tidak menakutkan, bola matanya tidak banyak bergeser-geser cenderung lurus. Dahinya tidak banyak mengerenyit, alisnya tidak mengerut, bibirnya selalu mengulas senyum. 

Secara batiniah, yang paling terasakan adalah ikhlas, mudah menerima keadaan tersulit-terberat sekalipun yang menimpanya, tidak pernah mempersoalkan yang tidak dapat diperoleh walaupun dari haknya apalagi yang bukan rizkinya, dalam melakukan tugas dan kewajibannya sangat amanah. Tulus, artinya tanpa pamrih, segala tindakannya dilakukan tanpa berharap balasan dan justru berharap hasil dari tindakannya itu bermanfaat bagi sesama, itupun juga tanpa dia paksa-paksakan. 

Pribadi seperti ini akan memperngaruhi suasana dilingkungan dimana dia berada sejuk nyaman tentram, seakan tak ada masalah. Ya kekuatan dari kebeningan memang sangat luar biasa, karena intinya pada tulus dan ikhlas!

Inilah sebenarnya yang biasa orang secara spontan berucap “aih orang itu seperti tidak punya dosa ya?” ungkapan itu sebenarnya sama sekali bukan diperuntukkan bagi orang yang bersalah ataupun orang culas, tetapi ungkapan bagi pribadi seperti ini, sehingga kata “seperti” disitu adalah masalah dosa sulit untuk diketahui oleh manusia maka manusia lain menyatakannya dengan perwakilan istilah yaitu “seperti”. Dan lihatlah wajah bayi sehat yang sedang tidur. Damai.

- Lurus : Artinya jelas tidak bengkok. Secara lahiriah setiap tindakannya pasti dengan maksud dan tujuan yang jelas dan terukur (tidak bertindak melewati batas yang sudah dia rencanakan dan diperkirakan olehnya untuk dapat diwujudkan)

Pribadi seperti ini pasti menolak untuk bicara dan bertindak tanpa dasar perhitungan kemampuan, termasuk jika harus bicara dengan orang lain maka takkan mengobral janji yang takkan dapat dia penuhi. Setiap hal yang dia lakukan pasti punya focus yang jelas dan tak mau untuk belak-belok bahkan sekedar mampir atau singgah sebentar

Secara batiniah, jujur kuat dan tegas. Yang paling mudah untuk mengetahui sikap batin pribadi seperti ini cenderung pendiam (pribadi yang serius), jika mengungkapkan sesuatu pasti mudah diterima oleh orang lain, logis, tidak menimbulkan kesulitan, lugas, tegas-tandas dan jelas. Sehingga menerbitkan rasa percaya orang lain kepadanya. Jika ia pandai bicara bukan berarti banyak bicara, tidak suka mendominasi pembicaraan dan ketika orang lain bicara ia diam menyaring pembicaraan orang. 

Dampak yang ditebarkan pribadi seperti ini adalah rasa mantap dan rasa percaya kepadanya termasuk rasa terlindungi oleh keberadaannya. Kekuatan “lurus” ini sangat luar biasa, sehingga selalu dikaitkan dengan kebenaran yang diistilahkan dengan “jalan yang lurus”. Sehingga pribadi yang lurus akan disegani oleh teman dan ditakuti oleh lawan. Dalam keseharian pribadi seperti ini akan tampak menonjol dibanding lainnya dalam level apapun dia.

- Luruh : Sebuah sikap sekaligus penampilan yang sangat Illahiah, merunduk dalam penuhnya ilmu dan keyakinan, pencapaian keseimbangan ketinggian dan kedalaman antara isi otak dan batinnya. Ketika seseorang kian pandai kian tahu maka justru ia kian merasa ilmunya masih sangat sedikit, maka dia merunduk kepada Alloh kepada alam kepada sesama..ia ibaratkan dirinya sebagaimana padi, kian padat isinya kian merunduk. 

Sikap memahami - ditengah hamparan kebesaran - kekuasaan Alloh ia merasa kian kecil penaka debunya debu. Sikap lahiriahnya penuh kesantunan apalagi sikap batinnya. (Aduhai, sungguh tak mudah mencari padanan kata untuk penguraian sikap ini.. karena sama sekali diri ini tak dapat membayangkannya, karena diri ini tak sedikitpun dapat menjangkaunya)

Bagaimana sebuah keadaan yang “selalu” khusyu" dan tawadhuknya seseorang. Bayangan saya kira-kira bahwa ia sangat dekat dengan Alloh, ia selalu merasa dalam pengawasan Alloh, sementara ia tahu bahwa Alloh mengawasi bukan untuk memarahi atau mengukum tetapi ia sendiri yang merasa bersalah karena tak dapat berbuat apa-apa sesuai dengan kehendakNya, ia seakan selalu diterima untuk berdialog denganNya untuk mengadukan pencapaiannya yang senantiasa justru terasa kurang dan tak mampu meneruskan, dan apakah kira-kira dan salah satu doanya : "Ya Alloh.., hamba yang lemah tanpa daya ini dan toh keberdayaan yang Engkau berikan setiap detiknya justru hamba sia-siakan, duh Gusti…, hamba yang hina-dina dan sama sekali tak mampu mewarnai sekedar sesaat kehidupan diri hamba sendiri yang telah Engkau percayakan, apalagi untuk berbuat sebagaimana nashMu sebagai pengelola bumi pemimpin dibumi, duh Robb…, hamba yang kosong dan tak mampu mengisi kekosongan ini, masihkah akan Engkau beri hamba kesempatan…??"  Dan tangis sedu sedannya…tiap saat!. 
Walau tetap dalam kendali diri untuk meneruskan perjuangannya untuk lebih memahami terus berupaya memahami, tidak hanya sebagaimana belajar…jiwanya melekat dalam rasa ketidak-berdayaan dihadapan Alloh SWT.  

Sungguh pribadi seperti ini..paling terasa dekat dengan para sahabat-sahabat terdahulu bahkan terasa dekat dengan Sang Pembawa Risalah Rasulullah Muhammad SAW.  Keimanannya bukan lagi harus naik turun dan ketaqwaannya tak perlu disangsikan dan kian tinggi hingga tataran muhlisin muhsinin….! Aduhai… tiada kata dapat mencerminkan pribadi ini.

- Tenang : Pribadi yang tenang, sikap lahiriahnya tenang, kalem tak banyak gerakan yang tak perlu, tak ada gerakan yang sia-sia. Terutama tampak sekali saat ia sholat. Seluruh gerakan anggota badan dan seluruh badannya terolah- ragakan dengan pencapaian kemanfaatan yang tertinggi bagi kesehatannya dengan tingkatan pelaksanaan syareat yang sudah tak seperti kebanyakan orang. 

Ketika memasuki fase awal sholat, perlahan ia mengarahkan badan menghadap kiblat dengan ketenangan yang meresap luar biasa, sehingga segenap urat syaraf dan segenap kemampuan mengkonsentrasikan enerji-enerjinya dihadapkan kepada Alloh sehingga interaksi yang terjadi tidak lagi ragawi, dengan sikapnya itu (yang urusan ragawi telah terpenuhi kebutuhannya) sudah pada tataran pencapaian indrawi terdalam, yang keseluruhannya justru dalam keadaan yang tampak sangat tenang. Lalu dimulailah gerakan yang luar biasa, padahal kebanyakan orang menganggap biasa-biasa saja, seakan tanpa makna karena sekedar keharusan ritual, padahal sesungguhnya bermakna sebuah pemberanian puncak seorang insan menghadap kepada penciptaNya (karena Alloh memang mengaturnya begitu). 

Dengan sikap berdiri tegap, mata mengarah kesatu titik, lalu mengangkat kedua tangan telapak menghadap kedepan, tabik kepadaNya..Aloohu Akbar!. Maka sungguh telah berjumpalah ia dengan Sang Penggenggam dan Penentu keberadaan dirinya Sang Maha Rahman dan Rahim. Itulah ketenangan cerminan keberanian puncak yang diizinkan olehNya. Bukan sekedar ketenangan menghadapi apapun yang berstatus ciptaan atau sekedar kejadian atau peristiwa duniawi. 

Kemudian masih tentang gerakan ketenangan dalam sholatnya, ia gerakkan kedua tangannya bersedekap takzim, lengan kirinya menempel agak menekan perbatasan dada dengan wilayah perut, yang didalamnya terdapat organ hati ditengahnya biasa disebut ulu hati dan disana pula terdapat jantung. Tangan yang penuh enerji itu didekatkan untuk mengirimkan enerji-enerji kepada organ-organ utama ragawi/jasad dirinya, dan seterusnya, hingga sampailah saat mengacungkan jari telunjuk tangan kanannya lurus mengarah kiblat. Bermakna kesaksian puncak penghambaan dirinya lahir-batin..Asyhadu anlaa ilaaha IllalloHu dan kepada Sang Pembawa Risalah.. wa Asyhadu anna Muhammadan Rosululloh. 

Disitulah ketenangan itu mencapai puncaknya seiring dengan kekuatan seluruh enerji yang dimiliki, dipadukan untuk diisi lebih banyak dan ditingkatkan dengan enerji yang disediakan Alloh didalam saat-saat penghadapan itu.. Maka ketika usai salam yang kedua, merupakan batas akhir pengerahan sekaligus pengecasan enerji, seakan sebuah orkestrasi interaktif yang tak terkatakan antara kekuatan sang ciptaan dengan Sang Penciptanya. 

Begitulah, ketenangan penuh kekuatan itu tercermin didalam keseluruhan perilaku dan tutur sapanya. Ada istilah yang teramat populer “tenang-tenang menghanyutkan” itulah istilah yang mendekati padanan sikapnya. Tenang sikap dan pembawaannya tetapi menghanyutkan, karena kekuatan dahsyatnya yang justru seakan tak tampak, karena begitulah arus dalam yang dipermukaannya tampak tenang.

Pribadi seperti ini apalah kiranya masalah duniawi yang dapat menyulitkannya?. Seakan didalam dirinya terdapat ujung benang tipis bening yang sama sekali tak tampak, panjang tegak keatas menembus langit berujung dipintu Arsy.… 

WallaaHu a’lam. (Semoga pemahaman ini tidak terlalu salah, dan jika salah sesungguhnyalah saya pribadilah yang salah dan saya yang dungu ini memberanikan diri untuk sedia menerima konsekwensi dariNya). Dan ketika tolehan salam kekanan-kiri itu dibatinnya menangis : "Apalah kiranya yang dapat kuperbuat kupersembahkan kepada yang hidup disekelinglingku ini....?" Namun hatinya teramat siap untuk melakukan amal kebaikan kepada sesama yang hidup di alam semesta ini. 

Sholat, baginya perwujudan koneksitas mutlak dirinya dengan Sang Pencipta dan setelah salam adalah perwujudan kewajiban kepada sesama untuk memberikan segala yang diberikan olehNya, seluruhnya, dengan kesadaran sepenuhnya dirinya tiada memliki apapun kecuali atas kehendakNya. Vertikal untuk horizontal, horizontal untuk vertikal.

- Riang : Pribadi sebagaimana uraian diatas bagaimana tidak akan riang? Namun, ukuran keriangannya tentu bukan “sekedar” kegembiraan, kesenangan dan kebahagiaan pada umumnya. Karena, betapa kegembiraan orang yang memperoleh perhatian dariNya, yang berarti Alloh mempedulikannya, dan apa yang melebihi kepedulianNya. Betapa kesenangan orang yang diawasi olehNya, yang berarti terhindar dari mara bahaya. Betapa bahagianya dapat selalu dekat denganNya, yang berarti semua yang didambakan orang telah dimilikinya.

Gabungan ketiganya itulah yang dengan sendirinya menjadikan dirinya periang. Sikap riang yang tidak datang tiba-tiba, terbangun seiring terpaterinya pemahaman demi pemahaman yang ia tekuni. Penguasaan pengetahuan yang melahirkan keyakinan, optimisme, sekaligus kepasrahan kepada kehendakNya. 

Penampilan paling menonjol dari pribadi ini, tampak dari sorot matanya, bening, lembut, teduh tapi saat tertentu teramat tajam. Siapa yang memandangnya tidak akan merasa takut, curiga, tergoda ataupun pandangan aneh-aneh lainnya. Yang tampak adalah pancaran kesejukan dan keriangan. Bibirnya selalu menyungging senyum disegala keadaan. Andai saja terbaca barangkali gerakan-gerakan anggota tubuhnya juga menyiratkan keriangan itu. 

Dampak lain bagi keadaan sekelilingnya adalah suasana menjadi riang yang nyaman, tidak ada ketegangan, ketakutan, kegamangan apalagi kesedihan. Ketenangannya melahirkan kebeningan, kebeningannya menjadikan kecerahan, kecerahannya mendatangkan keriangan.


Jika ia bersenda-gurau maka biasanya akan ada beberapa orang disekelilingnya terlambat tertawa, karena terlambat memahami isi gurauannya, tak jarang ada yang sangat terlambat, baru setelah lama sendirian sambil memikir-mikirkannya tiba-tiba akan meledak tawanya persis orang gila. Itulah senda-gurau tingkatan pribadi seperti itu, yang tak terkejar oleh kebanyakan orang atau orang kebanyakan. Pribadi ini merupakan contoh tepat dari seseorang yang jika dekat sangat menyenangkan dan tak ingin jauh darinya, jika jauh selalu membangkitkan rasa rindu.

- Bersahaja tetapi bukan “sederhana” : Untuk memahami istilah ini musti sedikit hati-hati, karena kebanyakan salah-kaprah
Mudahnya, pemahaman “sederhana” seperti contoh yang pernah sangat populer, yaitu “orang dianjurkan mengencangkan ikat pinggang”. 
Anjuran itu melahirkan 2 persepsi beda. Disatu sisi, bagi pihak orang-orang “berada”, disuruh mengencangkan ikat pinggang tentu mau-mau saja, sejalan dengan keinginan untuk menguruskan badan tanpa harus mengikuti program diet (pikirnya kalau terjadi sesuatu bisa menuntut si penganjur), juga bagi sebagian lainnya sangat bermanfaat, karena sesuai dengan kondisi perutnya yang tambun, kalau tidak dikencangi ikat pinggangnya, niscaya celananya akan mlorot apalah jadinya.
Disisi lain, bagi orang yang memang “tak berada” tentu cuek saja karena tak perlu mengencangkan ikat pinggang, biar dipakai longgarpun si ikat pinggang tidak bakalan kemana, otomatis nyantol dipinggangnya. Kalau toh kemudian mau menuruti anjuran mengencangkan ikat pinggang maka berarti sengaja bunuh diri. Bagaimana tidak, perut sudah lengket dipenyet ya mletet kan?. 

Lihat lagi contoh singkatan RSS dan RSSS dan apa lagi?. Sehingga makna sederhana disini menjadi bias, cenderung satir dan salah arti.  Untuk itulah sederhana saya maknai sebagai kondisi, sifat serta sikap : Ketidak-punyaan, ketidak-berdayaan, keterbelakangan, kekumuhan, kejumudan, keterlambatan, ketidak-pedulian, ketidak-canggihan dan seterusnya yang sejenis.  

Bersahaja sama sekali berbeda dengan itu semua. Beberapa contohnya merupakan pertanyaan ekstrim : Adakah orang yang setiap hari barganti pakaian yang keseluruhannya baru, ibaratnya semua baru dikeluarkan dari doos atau plastik pembungkusnya? Adakah orang yang setiap hari makan pagi siang malam direstoran mewah, yang berganti-ganti restoran? Adakah orang yang setiap hari tercukupi kebutuhannya apapun itu dengan semuanya fasilitas mewah bahkan super lux?. Dan seterusnya pertanyaan yang sejenis. Bukan begitu, bersahaja jauh dari pemahaman ekstrim itu, atau yang kurang ekstrim, bahkan dibawah yang kurang ekstrimpun tidak

Kesahajaan itu tidak mengada-adakan, kalau agak ada pun tidak akan ditonjol-tonjolkan dan keberadaannya tidak salah pemanfaatan. Ia juga bukan karena tidak bisa mengadakan tetapi karena tidak memerlukan. Ia merasa telah tercukupi dan sangat nyaman (dengan pemahaman didirinya bahwa masih teramat banyak orang yang dalam kondisi dibawahnya, maka termasuk itulah ia menjadi sangat santun kepada siapapun. Dan itulah pula perasaan seakan tak dapat banyak berbuat nyata untuk lingkungannya)

Kehidupan apa adanya itu tak mendatangkan masalah baginya dan keluarganya. Sahaja adalah hidup dengan kehidupan apa adanya, tidak terbersit untuk menganggap materi adalah tujuan dan segala-galanya, intinya biasa-biasa saja, seperti orang kebanyakan. Tetapi penampilannya senantiasa rapi, bersih, necis dan pantas. Dan ia tidak mau tampil beda. Samasekali tidak mengenakan yang begini yang begitu agar dianggap apapun yang tertentu.

Ia pribadi yang menghindari anggapan aneh-aneh dari masyarakat disekelilingnya karena yang ia inginkan justru dapat hablur dengan masyarakat luas. Dan itu tercermin dalam seluruh penampilan dirinya, sehingga orang lain juga tidak memasalahkannya. 
Baginya kebutuhan hidup untuk keluarga dan dirinya telah tercukupi dengan rizki apa adanya dari hasil kerja-giatnya.

Kendali dirinya terhadap keduniaan sangat tinggi dan terukur, selalu dibarengi dengan rasa syukur. Tutur sapanyapun bersahaja sehingga apa yang ia katakan mudah dimengerti, tanpa menggunaka bahasa-bahasa yang sulit dimengerti. Ia adalah contoh paling sempurna untuk istilah inner beauty, orang yang berpenampilan sempurna adalah yang terpancar dari dalam dirinya, bukan dari yang dikenakannya. Pengaruh yang paling terasakan dari kehadirannya adalah tidak menimbulkan kesenjangan. Justru kesahajaannya itu menebarkan kenyamanan.

Dapat dibayangkan betapa orang setingkatnya, jika tampak “keluar-biasaan kedalamannya” pasti semua orang akan menjadi sangat sungkan, sehingga akan kehilangan kebebasan berkomunikasi. Begitulah indahnya skenario Alloh, orang yang berilmu itu justru memiliki dan menerapkan sikap “bersahaja”, sehingga memudahkannya untuk “menularkan” pengetahuan kepada lingkungannya.

Lihatlah beberapa saja kisah ekstrim dari Sang Panutan dan beberapa sahabatnya. Rasulullah Muhammad SAW tidur beralas pelepah daun kurma berbantal lengannya. Beliau menahan lapar dengan cara memasukkan sebongkah batu dimasukkan kedalam bajunya pas diperut diikat dengan ikat pinggangnya. 

Siti Khadijah, istri terkasihnya pernah mengadukan kekhawatirannya kepada sang suami yaitu Rasulullah SAW, tentang menipisnya stok harta-bendanya (yang seluruhnya dipergunakan untuk kepentingan dakwah). Maka Rasulullah menjawab dengan penuh kasih sayang dan kesabaran sambil menunjuk sebuah gunung tepat didepannya “Kalau dinda mau bongkarlah gunung itu, maka kekhawatiranmu akan menjadi tak beralasan”. Gunung itu gunung emas (konon sampai sekarang gunung itu belum ditambang oleh pemiliknya / Saudi Arabia, karena mereka sama sekali tidak kekurangan harta)

Juga sekelumit kisah Khalifah Pertama (seorang pucuk pimpinan pengganti Rasulullah SAW) sampai kehabisan harta-benda untuk operasionalnya berdakwah. Panglima Angkatan Bersenjata, Thoriq (sahabat kesayangan Rasulullah SAW) yang telah banyak menaklukkan Negara-negara atau kaum-kaum yang memusuhi dan menyerang Islam, ketika akan wafat hanya bisa mewariskan 2 benda yaitu pedang dan perisainya

Lihat pula kisah Khalifah Kedua, disuatu malam ada seseorang menghadapnya untuk urusan pribadi disaat beliau masih lembur dikantornya, lalu ditemui tetapi beliau mematikan lampu ruang kerjanya, alasan beliau urusan pribadi tidak boleh menggunakan fasilitas Negara (walau hanya sekedar minyak sebuah lampu). 

Mereka, puncak-puncak manusia, manusia pilihan dengan sahabat-sahabat utamanya, seperti itu. Itulah semua wujud dari yang disebut kesahajaan, sahaja tetapi bukan sederhana? Pribadi yang sama sekali lepas-jauh dari sifat sombong dan ketamakan !.

- Wibawa tanpa disengaja : Seperti pengertian wibawa pada umumnya, adalah aura pembawaan yang memancar dari dalam diri seseorang. Sehingga orang-orang disekililingnya merasa hormat dan tertarik kepadanya. Biasa disebut juga sebagai karisma.  

Begitulah wibawa yang dimaksudkan bagi pribadi ini, pembawaan dirinya karismatik, menarik hati dan penuh kehormatan dari siapapun yang menjumpainya, yang memandangnya. Pembawaan itu bukan bawaan lahir tetapi tumbuh subur seiring dengan peningkatan bobot pribadinya. Seiring pula dengan kian merundukya, santun, tenang, bening dan bersahaja. 

Kebesaran dirinya sama sekali tidak menjadikannya sombong dan tamak. Semua itulah yang berdampak otomatis didirinya menjadi berwibawa, tanpa disengaja. Bukankah sedemikian banyak contoh manusia yang berupaya keras mencitrakan dirinya untuk sekedar memiliki wibawa, tetapi justru menjadi wagu karena “bobot” dirinya yang memang tidak mendukung, dipoles seperti apapun dengan cara bagaimanapun akan sia-sia belaka. 

Bukankah karisma memang tidak dapat dibuat-buat ataupun diada-adakan, karena karisma adalah kesan banyak orang terhadap saseorang (yang mempunyai karisma itu). Seseorang yang buruk sikap dan perilaku apalagi tong kosong berbunyi nyaring, tentu jauh harapan punya wibawa.

Contoh ekstrim kewibawaan. Suatu ketika, disela pertempuran hebat, Rasulullah SAW istirahat sendirian agak jauh dari kubunya, tidur bersandar pohon kurma. Seorang tentara musuh kebetulan melihat itu, maka dengan mengendap mendekati beliau, setelah didepannya dia berdiri dan mengacungkan pedangnya siap untuk menebas, dalam posisi itu dia melihat wajah Rasulullah, seketika luruhlah nafsu membunuhnya. Terduduk menunggu Rasulullah SAW bangun. Ketika beliau bangun dan tahu ada tentara musuh didepannya, beliau tidak kaget malah menyapa dengan lembut maka orang itu menyatakan niatnya menjadi pengikut Rasulullah dan masuk Islam saat itu juga, dituntun oleh Rasulullah SAW. 

Masih tentang kewibawaan Rasulullah SAW, setiap orang, siapapun dia, ketika tertatap mata Rasulullah pasti akan merunduk tak tahan menerima perbawanya (walaupun kemudian mencuri-curi pandang untuk melihat keindahan wajah Rosulullah SAW yang sedemikian bersih, bening, lembut, tenang dan rona keriangan, sungguh menawan hati)

Satu lagi saja, pada saat perang lainnya. Karena merasa teramat sulit menaklukkan tentara Islam maka mereka berniat licik untuk membunuh Panglima Perangnya yang saat itu Ali Bin Abu Tholib Rodziallohu Anh. (nantinya jadi khalifah keempat). Merekapun meeting mencari titik kelemahan Ali, namun begitu tetap saja tidak ada yang berani berhadapan langsung dengan Ali, maka keputusannya membentuk satu tim penyerang, berbekal strategi yaitu “bahwa satu-satunya kemungkinan Ali dapat dibunuh adalah pada saat sholat dan ditebas dari belakang, asumsinya, Ali tidak akan peduli apapun yang akan terjadi pada dirinya ketika sedang menghadap Alloh” Mereka, Sang Panutan dan Penerusnya, seperti itu.

Pribadi seperti ini dengan satu tatapan mata pada pandangan pertama yang sebelumnya tidak kenal sekalipun, akan tampaklah kemuliaan akhlaknya. Didalam dirinya terdapat inti kebesarannya yaitu keseimbangan antara kedalaman batin, keluasan jiwa dan wawasannya. Tindakannyapun akan mencerminkan satunya kata dengan perbuatan.

- Dalam : Seperti yang dimaksud sebuah kalimat “cintamu akan selalu kusimpan dalam hati” atau dimana sih steples itu ditaruh? - lho tadi kan sudah dibilangin ada didalam laci mejamu”, ada juga “aku berenang dipinggir saja ah karena semakin kesana semakin dalam” biasa pula “kenapa ya airnya belum bening juga padahal kedalaman sumur pompa ini sudah 4 batang pipa lho” atau umum pula “maaf pak dalam masalah ini rasanya ko masih memerlukan pendalaman lebih jauh, untuk itu saya mohon agar tidak diputuskan sekarang” dst. Kata “dalam” yang ada pada semua kalimat tersebut merupakan keterangan keadaan untuk menerangkan letak ataupun ukuran keberadaan sesuatu

Sedangkan "Dalam" yang saya maksud bagi pribadi ini adalah keadaan batiniahnya yang penuh dengan mutiara-mutiara (bukan sekedar emas yang juga berharga). Mutiara-mutiara itulah wujud kekayaan yang sebenarnya dari pribadinya. Mutiara-mutiara hikmah yang telah difahaminya, mutiara makna dan tujuan penciptaan alam semesta seisinya, ilmu pengetahuan hidup dan kehidupan, mutiara prinsip-prinsip kebenaran yang menjadi sikap batin dan yang tercermin dalam segenap perilaku lahiriahnya, mutiara kepasrahan kepada kehendakNya yang harus diperjuangkan olehnya sebagai pengemban samudra amanah tugas-tugas khilafah, dst..yang jangankan kuketahui tak terbayangkan pun tidak. Inilah yang dimaksud dengan ke-dalam-an jiwa!. 

Maka pribadi yang seperti ini sesungguhnyalah sulit untuk diterjemahkan, apalagi oleh awam seperti saya ini. Dan itulah hakekat pribadinya, karena bukankah derajat seseorang menjadi lebih tinggi kian tinggi adalah yang beriman dan keimanan itu kian meningkat seiring dengan peningkatan pemahaman dan amaliahnya? Bahkan Alloh SWT membuka kesempatan bagi sesiapapun manusia disepanjang masa untuk dapat berada di barisan terdepan dibelakang Rasulullah SAW, yang disebelah kanannya berdiri berkibar panji Rasulullah SAW, nantinya. Kesempatan itu ada pada sedalam apa kedalaman jiwa seseorang dalam penghambaan kepadaNya!.

Ada sebuah kias sederhana dari kisah seorang yang berkedalaman jiwa lumayan, yaitu seorang bersahaja namun jiwanya dalam, ditemui oleh seorang pemuda yang keingin-tahuannya besar terhadapnya. Pemuda itu ingin ditunjukkan secara lahiriah, maka disuruhlah pemuda itu kepasar menawarkan cincin butut siorang itu kepasar, kepenjual sayuran, penjual daging, penjual gandum, penjaja kelontong dst…cincin itu dihargai maksimal hanya sekeping perak
Lalu disuruhnya pemuda itu menawarkan kebeberapa toko emas…ternyata oleh masing-masing pemilik toko (yang ahli emas), cincin butut orang itu dihargai minimal seribu keeping emas. Begitulah perumpaan lahiriah saja nilai kedalaman jiwa. Sehingga ukuran kedalaman jiwa tak dapat hanya ditakar dengan nilai material duniawi

Itulah pula kenapa Alloh memberikan standarisasi derajat manusia dihadapanNya yang ukurannya pada derajat ketaqwaan..semakin tinggi ketaqwaan seseorang akan semakin tinggi pula derajatnya. Sebab taqwa bukan porsinya orang bodoh, walaupun derajat terendahpun tetap sangat berharga yaitu seseorang yang mati dalam keadaan beriman tetap beruntung. 

Panjang ceritanya jika membahas kedalaman jiwa, tapi beberapa saja saya cuplik kisah luar biasa yang rasanya sungguh teramat sulit diterima akal sehat, yaitu pada masa awal dakwah Islam, ketika Rasulullah SAW melewati kota Thoif (sebelah utara Makkah) yang penduduknya belum dapat menerima kehadiran Islam, beliau berjalan pelan ditengah kota tersebut lalu penduduk kota tersebut meludahi dan melemparinya dengan apapun termasuk batuan sehingga beliau terjatuh dan merangkak-mberangkang keluar dari kota itu dengan bersimbah darah. 

Oh ya satu lagi ketika beliau diiring Abu Bakar Assyiddiq Ra (nantinya Khalifah Pertama), memilih bersembunyi didalam goa ketika diburu oleh tentara Quraish. Bahkan kisah ini diabadikan dengan sebuah surat dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Ankabut (sarang laba-laba). Apa maksud dan tujuan beliau dari kondisi yang dialami beliau itu? seorang manusia sekelas beliau? Manusia pilihanNya? Betapa semudah membalikkan tangan jika beliau berkehendak menentukan kondisi beliau sendiri? Bahkan tentang usia beliau!. Ukuran saya, maka saya akan minta saja kepada Alloh untuk membalikkan keadaan. Para Malaikat pun yang tahu maksud Rasulullah kemudian hanya tersenyum. 

Bagaimana pula dengan seorang Nabi Ayub AS yang bersedia menerima ujianNya untuk menanggung sakit yang menjijikkan (sakit kulit yang luar biasa) sehingga semua orang menghindar termasuk istrinyapun akhirnya menceraikannya. Seorang Rasulullah Ibrahim AS nan agung, bersedia dibakar hidup-hidup yang realitas pada beliau, api bukannya terasa panas tetapi justru dingin hingga menggigilkan beliau, dst. Ribuan bahkan jutaan kisah agung tentang kedalaman jiwa. 
Semoga tak seorangpun keliru memahami maksud uraian saya yang teramat awam ini, sebab saya menyadari tentang kedalaman jiwa ini sebenarnyalah teramat luas makna agungnya.

- Luas-jauh-tinggi : Luas-jauh-tinggi, sengaja saya satukan untuk memudahkan penggambaran capaian seseorang yang telah menguasai sedemikian luas, sedemikian jauh, sedemikian tinggi ilmu pengatahuan yang terhampar maupun yang tersembunyi dari hamparan ayat-ayat Alloh SWT. Sehingga tak harus satu persatu menggambarkan keluasan ilmu pengetahuan yang multi disiplin sementara banyak orang yang seakan menguasai banyak ilmu tetapi kesemuanya terbatas pada kulit-kulitnya belaka (itupun banyak disalah artikan sehingga banyak orang yang dianggap top dan dipuja-puja banyak orang, yang saat ini menjadi dimudahkan dengan julukan selebritis, lihat saja contohnya sampai-sampai Da’ipun selebritis padahal bisanya terbatas jualan Tangis dalam Dzikirnya, jualan suara dengan nyanyian ruhaninya, jualan Magic dengan jamu Herbalnya, jualan Bacaan ayat-ayat, bahkan yang lebih gila lagi jualan Air dengan sentuhan Jarinya masih anak-anak lagi nah kalau yang satu ini yang kurang ajar benar-benar orang-orang dewasa disekelilingnya. Yang mengobatkan agak tidak bersalah karena mereka memang orang-orang yang tidak punya pegangan dan saking bingungnya!).  

Juga makna jauh, kalau hanya menyebut jauh untuk penguasaan ilmu pengetahuan khawatir bisa salah tafsir pula. Bisa debatebel..maksud saya jauh dengan setiap langkahnya merupakan prestasi pencapaian sehingga ketika langkah itu sudah banyak sehingga disebut sudah jauh capaiannya, malah diterjemahkan sebagai jauh meninggalkan langkah pertama dengan cara melompat. 
Bukan begitu, jauh ini adalah langkah yang telah dilakukannya sudah teramat banyak langkah yang disetiap langkahnya memerlukan perjuangan luar biasa lengkap dengan segala rintangan yang musti ditaklukkannya.  

Tinggipun juga demikian, bukan tinggi yang bermakna lupa pada bumi pijakannya. Ia tetap membumi, manapaki bumi tetapi derajat keilmuannya kian tinggi. Itulah belaka maksudnya, maka kemudian lebih nyaman khususnya bagi saya untuk menggabungkannya saja. 
Pribadi seperti ini jika berada diranah pengakuan pemerintah dibidang akademik sudah level professor atau entah apa sebutannya jika sudah diatasnya. 

Contoh mudah dibidang tertentu, apa sebutan yang musti disematkan terhadap ketinggian ilmu lukis Affandi, atau Kusbini sebagai ahli musik, atau Gesang sebagai mbahnya kroncong?  

Pribadi ini multi-disiplin ilmu akademik. Yang akan dapat mengukurnya hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan arif-bijaksana, sebagaimana penilaian terhadap kedalaman jiwa, seperti contoh bagaimana orang dapat mangakui perjalanan singkat yang teramat luar-biasa perjalanan Rasulullah SAW ketika mi’roj, naik turun dari lapis langit pertama menembus langit ketujuh dan bolak-balik, tak perlu itu dijaman onta dulu menempuh Makkah-Aqso bolak-balik? Lengkap dengan perolehannya..maka orang awampun menerjemahkan naik buraq..begitulah kehendak Alloh SWT, ya sebatas meyakini tanpa peduli bagaimana bisa terjadi dan dengan cara seperti apa?. 

Bagaimana pula Rasulullah Musa AS pun kesulitan mencerna maksud Nabi Khidhir As dengan membunuh anak-anak, membakar rumah anak yatim-piatu dan menenggelamkan kapal. Jangan katakan itu sekedar kemampuan membaca apalagi meramalkan masa yang belum terjadi, sama sekali bukan begitu adanya. 
Maka keluasan-kejauhan-ketinggian capaian ilmu pengetahuan pribadi seperti ini, sekali lagi yang dapat saya sampaikan sebatas mengandalkan jika seseorang telah mencapai tingkatan kearif-bijaksanaan tertentu.

- Tak bisa tidak dialah sang pilihan : Pribadi yang sarat dengan sifat dan sikap seperti yang terurai diatas siapa yang tidak memilihnya? Pribadi yang multi kehebatan yang sangat ideal untuk dipilih sebagai pemimpin. Seseorang yang dari sikap lahiriahnya saja sudah sangat tampak ke-ideal-annya. 

Pendek kata jika dia laki-laki maka saya akan sangat bersyukur dan sangat bahagia jika ia bersedia memperistri anak perempuan saya dan anak saya insyaAlloh mencintainya. Bahkan saya akan memberikan usulan dengan penjelasan panjang lebar kepada anak saya tentang dirinya itu. 

Jika ada orang yang seperti itu maka saya akan ikhlas memberikan hak suara saya kepadanya, itupun jika ia mau menjadi pimpinan formal. Celakanya kebanyakan pribadi seperti ini biasanya justru tidak bersedia apalagi jumlahnya sangat-sangat terbatas. Karena bukankah seorang “pemimpin” yang benar tidak mau menonjol-nonjolkan kemampuannya apalagi menampakkan ambisi. 

Dan ketika seseorang dan “tim suksesnya” harus sedemikian rupa mengerahkan segala daya untuk mencitrakan dirinya dan segenap kekayaannya, bahkan tega memanipulasi sesuatu untuk dijadikan sumber pembiayaan pencapaian ambisinya dan bergunung kisah nista bagaimana orang mengkhalalkan segala cara untuk sekedar jabatan pemimpin. Maka yang demikian itu semua sama sekali bukan porsi pribadi seperti ini..bahkan kian menjadikan pribadinya menjauhi kemungkinan ia bersedia diikutkan sebagai calon. Maka sebagai rakyat musti cerdas menentukan pilihan sekaligus memutuskan mekanisme dan sistim pemilihan pemimpin. 

Selama masih salah maka tidak bisa diharap mendapat pemimpin yang benar. Padahal khaqqul yaqin dipermukaan bumi juga persada nusantara ini ada. Tetapi jangan sekali-kali dibawa-bawa keranah pemahaman tentang satriya piningit itu, khawatir menjadikan lebih salah kaprah. 

Pemimpin bukan muncul karena dimunculkan apalagi memuncul-munculkan dirinya sendiri, tetapi ada dari kebesarannya sendiri yang memang sudah berstatus ideal dan itu tampak mengesan dimata orang banyak melalui proses panjang (artinya tidak mungkin muncul tiba-tiba, bahasa “Wedangan Carikannya” dapat dicermati track recordnya).

- Manusia sebenarnya : Manusia sebenarnya adalah sebagaimana firmanNya sebagus-bagus ciptaan atau ciptaan yang paling sempurna. Sehingga segenap makhluk, bahkan gunung-gunung (yang keberadaanya bagi bumi sebagai penyeimbang orbit) bahkan para Malaikat dan seterusnya bersedia merunduk kepadanya (keculai Iblis).  

Selain manusia sebagai wujud raganya yang super rumit dan komplit dari kaca mata anatomi, juga fitrahnya yang merupakan gabungan ruh suci dan kelengkapan potensi kejiwaan dan kemampuannya. Pemahaman terhadap hal ini mohon untuk melihat pada referensi-referansi terkait tentang anatomi, ruh dan potensi-potensi dasar manusia. Namun yang ingin saya sampaikan dalam hal ini sebatas tingkatan tertinggi yang dapat dicapai manusia yaitu jika dirinya mampu mencapai semua hal yang terurai diatas. Dalam bahasa awam saya meliputi bersih, bening, lurus, luruh, tenang, riang, bersahaja tetapi bukan “sederhana”, wibawa tanpa disengaja, dalam dan luas-jauh-tinggi.

Dan itu semua ia capai dan miliki melalui proses yang sangat berat dan panjang..sehingga tidak hanya tidak mungkin seorang anak muda telah memilikinya walaupun tanda-tanda kearah itu sudah mulai tampak, juga tak mungkin bagi orang yang menonjolkan diri dalam segala bentuknya termasuk menciptakan kesan, juga bukan jenis manusia mewah, juga bukan orang yang menampilkan ketidak cocokan apapun dengan sekedar sindiran sekalipun.
Karena type pribadi seperti ini pasti lebih cenderung sebagai suri tauladan daripada bicara, tetapi bukan berarti tak bisa bicara karena bicaranya tak boleh (oleh kendali dirinya) sia-sia, bahkan pasti malah ia akan tak henti-hentinya bicara dan berbuat jika ada sesuatu yang tidak semestinya terjadi sebagai upayanya memeperbaiki sesuatu itu.

Pribadi seperti ini menegakkan bukan sebatas amar ma’ruf tetapi juga nahi munkar, dengan pembawaan “sepi ing amrih rame ing gawe”. Dan ia sangat perhatian pada hal-hal kecil yang biasa dianggap remeh (tak dipentingkan dan tak dipedulikan) oleh awam tetapi sebenarnya merupakan inti masalah, apalagi hal-hal sedang dan pasti hal-hal yang berskala besar, karena memang porsinya di tingkatan tinggi.

Pemahamannya sangat luas dan mendasar. Ia berada pada puncak-puncak multi-disiplin, multi-akademik, multi-dimensi positif.

Kepadanyalah bisa diadukan segala permasalahan untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian. Dialah contoh paling tepat bagi istilah cendekiawan, pemimpin sejati sekaligus alim ‘ulama (orang yang berakhlaq mulia dan berilmu tinggi serta menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga menjadi suri-tauladan dan panutan. Itulah pengertian alim ‘ulama sebenarnya, dan sama sakali bukan alim ulama-alim ulamaan yang disegenap jaman selalu mendominasi, apalagi dijaman edan ini). Pribadi ini rahmat bagi alam semesta. Tentang rahmatan lil ‘alamin ini silakan melihat referensi terkait.

Dan itu semua, menebar sendirinya kesegenap penjuru mengusap, mengelus, meresap dan mengisi penuh-penuh, mengajak tanpa memaksa, memberi tanpa meminta, menjadi samudra yang tak menenggelamkan, menjadi matahari yang tak membakar, menjadi cahaya yang tak menyilaukan, menjadi langit yang tak mengosongkan, menjadi rahmatan lil ‘alamin.

Tenggarong, 1 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar